Nadineworldwide.com – Tabrakan maut yang mana melibatkan KA Turangga vs KA Bandung Raya terjadi pada hari terakhir pekan (5/1/2024) pada pukul 06.03 WIB. Kecelakaan ini terjadi tepatnya pada antara Stasiun Haurpugur-Stasiun Cicalengka.
Insiden tabrakan ini diduga akbiat jalur petak Jalan Cicalengka-Haurpugur terhalang. Namun, tak sedikit dari rakyat yang dimaksud bertanya kenapa masinis tak mampu melakukan pengereman mendadak ketika hendak terjadi kecelakaan maut ini?
Dilansir dari laman resmi PT KAI, masinis tak sanggup melakukan hal ini lantaran faktor panjang juga bobot kereta.
Ketika gerbong yang mana dibawa semakin banyak, tentu bobot akan semakin bertambah. Untuk melakukan pengereman, dibutuhkan jarak yang mana semakin jauh.
Hal ini mirip dengan persoalan hukum yang tersebut terjadi pada truk besar atau kontainer, sopir membutuhkan harus memperhitungkan jarak aman untuk melakukan pengereman juga benar-benar bisa saja berhenti total.
Pada satu rangkaian kereta di area Indonesia, biasanya akan menyebabkan 8-12 gerbong dengan bobot mencapai 600 ton. Itupun belum termasuk bobot penumpang dan juga barang bawaan lainnya.
Dengan kondisi tersebut, maka akan dibutuhkan energi yang digunakan besar untuk memproduksi rangkaian kereta api berhenti.
Lalu pada sistem pengereman kereta api, pada umumnya menggunakan sistem jenis rem udara. Cara kerjanya adalah dengan mengompresi udara dan juga disimpan hingga proses pengereman terjadi.
Saat masinis mengaktifkan sistem pengereman, udara tadi akan didistribusikan melalui pipa kecil pada sepanjang roda dan juga menciptakan friksi pada roda. Friksi ini yang digunakan akan memproduksi kereta berhenti.
Walaupun kereta api telah terjadi dilengkapi dengan rem darurat, rem ini tetap memperlihatkan tidaklah bisa jadi berhenti mendadak. Rem ini hanya saja memunculkan lebih besar berbagai energi dan juga tekanan udara yang tersebut lebih lanjut besar untuk menghentikan kereta tambahan cepat.
(Sumber: Suara.com)