JAKARTA – Serikat Organisasi Pers (SPS) menolak RUU Penyiaran yang mana sedang digodok oleh DPR RI. Organisasi yang didirikan oleh tokoh-tokoh lalu pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional 8 Juni 1946 ini menilai, ada beberapa pasal yang tersebut bermasalah juga berpotensi mengekang kemerdekaan pers juga merusak kekuatan fungsi pers sebagai bagian dari pilar demokrasi.
Untuk itu, SPS memohonkan agar DPR melakukan peninjauan ulang RUU Perubahan melawan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini. “Kemerdekaan pers adalah bagian dari muruah pers nasional yang digunakan harus kita jaga bersama. Kami menganggap RUU Penyiaran ini mengancam kebebasan pers,” ujar Ketua Umum SPS Januar P Ruswita, Kamis (16/5/2024).
Berikut ini pokok-pokok pernyataan SPS terhadap draf RUU Penyiaran :
1. Draf RUU tentang Perubahan berhadapan dengan UU Penyiaran (versi Maret 2024) yang tersebut beredar pada masyarakat, dinilai mengancam kemerdekaan lalu kebebasan pers.
2. Draf RUU Pasal 50B ayat (2) menyebutkan pada panduan kelayakan Isi Siaran dan juga Konten Siaran memuat larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Hal ini bertentangan dengan UU Pers pasal 4 ayat (2) yaitu terhadap pers nasional tidak ada dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3. Draf RUU Pasal 8A ayat (1) menyebutkan bahwa Komisi Penyiaran Negara Indonesia (KPI) berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus ke bidang penyiaran. Kemudian Pasal 42 ayat (2) menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dijalankan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini bertentangan dengan UU Pers pasal 15 ayat (2) huruf C tentang salah satu tugas Dewan Pers, yaitu memberikan pertimbangan dan juga mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat menghadapi kasus-kasus yang dimaksud berhubungan dengan pemberitaan pers. Hal ini memperlihatkan adanya tumpang tindih kewenangan antara KPI serta Dewan Pers.
4. UU Pers seharusnya menjadi rujukan bagi berubah-ubah peraturan yang mana berkaitan dengan pers dan juga harus ada pelibatan Dewan Pers kemudian para konstituennya, juga komunitas pers pada penyusunan draf RUU tersebut.
5. SPS menyatakan menolak draf RUU tentang Perubahan menghadapi UU Penyiaran juga meminta-minta peninjauan kembali terhadap tahapan pembaharuan tersebut.
“DPR RI harus mempertimbangkan ulang kemudian melibatkan tambahan banyak pihak terkait, khususnya konstituen Dewan Pers pada pembahasan RUU Penyiaran demi mempertahankan kebebasan pers dalam Indonesia,” pungkas Januar.
Artikel ini disadur dari RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers, SPS Minta DPR Tinjau Ulang