Berita

Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam di dalam Tengah Polemik RUU Penyiaran

59
×

Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam di dalam Tengah Polemik RUU Penyiaran

Sebarkan artikel ini
Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam pada pada Tengah Polemik RUU Penyiaran

JAKARTA – Pakar Telematika kemudian Multimedia, Roy Suryo mengaku prihatin mengamati para pakar telekomunikasi yang dimaksud seolah bungkam seribu bahasa ke sedang polemikRancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang mana dihasilkan Baleg DPR. Padahal, demokrasi Nusantara berada dalam sampai ke titik nadir.

“Saya sekali lagi juga prihatin, ke mana pakar-pakar komunikasi sekarang ini? Mengapa merek mirip-mirip Pakar IT yang tersebut ‘bungkam seribu bahasa’. Jangan sampai rakyat suudzon dengan meninjau kondisi bisunya merek lalu menduga-menduga ada hal yang dimaksud negatif. Bangsa ini lagi jeblok indeks demokrasinya sampai ke titik nadir, kalau media juga telah dibungkam untuk bukan lagi bisa saja menayangkan jurnalisme investigatif, mau dibawa ke mana Indonesia (C)emas 2045,” ujar Roy di keterangannya, Rabu (15/5/2024).

Lantas, beliau menyampaikan bahwa RUU Penyiaran mencuat serta berubah menjadi kontroversial untuk beberapa aturan disebut sudah pernah membatasi bahkan melarang jenis jurnalisme investigatif.

Padahal, menurutnya pembuatan RUU adalah untuk antisipasi terhadap munculnya teknologi baru yang belum diatur oleh UU sebelumnya. Misalnya terkait dengan penyiaran digital, khususnya layanan OTT (Over The Top), UGC (User Generated Content), bahkan Artificial Intelligence (Artificial Intelligence) yang mana sekarang mulai marak.

“Namun kalau dibuat justru untuk menghambat hidup media yang telah berjalan benar sebagai “The fourth pillar of democrazy” bersanding dengan kekuatan eksekutif, legislatif, kemudian yudikatif, hal yang disebutkan menjadi salah kemudian patut diperdebatkan ada apa di dalam baliknya,” tandasnya.

Dia memandang kalaupun revisi harus diwujudkan akibat adanya pembaharuan bentuk atau lembaga penyiaran, misalnya Penggabungan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI juga TVRI (menjadi RTRI) di Pasal 15A (1).

Namun terkait dengan jurnalistik investigasi, mendadak RUU ini memuat Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) yang digunakan melarang media menayangkan siaran ekslusif jurnalistik investigasi. Tak cuma itu, RUU ini juga disisipkan Pasal 42 ayat (2) yang mengatur masalah penyelesaian sengketa pers ke Komisi Penyiaran Indonesi (KPI). Hal ini jelas tumpang tindih dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang digunakan mengumumkan bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.

Adapun beliau merinci secara tambahan pasal-pasal RUU Penyiaran (berdasar bukti versi 27/03/2024) yang kontroversial yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 42 ayat (2) (tumpang tindih dengan UU Pers No 40/1999) oleh sebab itu di dalam RUU ini berbunyi “Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilaksanakan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Artikel ini disadur dari Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam di Tengah Polemik RUU Penyiaran