JAKARTA – Bank Indonesi (BI) dinilai masih perlu menahan suku bunga ke level 6%. Hal itu berkaitan dengan naiknya harga pada negeri yang tersebut masih terjaga pada level 3,05%.
Pengamat Lembaga Keuangan dari Binus University Doddy Ariefianto mengatakan, selain naiknya harga yang dimaksud terjaga, suku bunga BI pun bisa saja ditahan dengan adanya komponen The Fed yang mana menunda untuk menurunkan suku bunganya.
“BI belum penting ya (menaikkan suku bunga), menurut saya kenaikan harga kan juga stabil ya, dari luar negeri The Fed juga masih on hold,” kata Doddy pada waktu dihubungi MNC Portal, Rabu (24/4/2024).
Selain The Fed, lanjut Doddy, meskipun ada tekanan pada nilai tukar rupiah yang tersebut menembus Rp16.000, masalahnya bukanlah di rupiah yang dimaksud melemah. “Ya memang sebenarnya ada tekanan pada nilai tukar, bagaimana kita tahu rupiah sudah ada tembus Rp16.000 ya tapi itu kan situasinya tidak rupiah yang melemah tapi dolar yang dimaksud menguat, dikarenakan dolar safe haven,” ujarnya.
Seperti diketahui, dolar Negeri Paman Sam menguat lantaran sentimen geopolitik berbentuk memanasnya konflik Timur Tengah dan juga peperangan Iran juga negara Israel yang mana meningkatkan risiko.
Terkait keadaan pada waktu ini, Doddy menyimpulkan BI sebaiknya menahan suku bunganya di dalam level 6% oleh sebab itu tidaklah ada gejolak pada negeri yang tersebut mengkhawatirkan. “Jadi nggak ada urgensi untuk meninggikan BI Rate, tapi untuk menurunkan juga belum, saya kira BI Rate cenderung menahan ke sini, BI Rate bisa saja turun kalau naiknya harga lebih besar rendah lagi,” pungkasnya.
Artikel ini disadur dari Belum Ada Urgensi, BI Dinilai Bisa Tahan Suku Bunga di 6%