Kesehatan

Banyak Dokter Bakal Resepkan Fitofarmaka Jika Sudah Masuk Formularium JKN

56
×

Banyak Dokter Bakal Resepkan Fitofarmaka Jika Sudah Masuk Formularium JKN

Sebarkan artikel ini
Banyak Dokter Bakal Resepkan Fitofarmaka Jika Sudah Masuk Formularium JKN

Nadineworldwide.com – Fitofarmaka merupakan obat material alam yang digunakan telah lama teruji klinis khasiat juga keamanannya.

Fitofarmaka sudah ada dikategorikan sebagai obat, yaitu obat yang mana berasal dari unsur alam yang dimaksud telah teruji klinis sejenis khasiatnya dengan obat dari sintesa kimia.

Meskipun pemerintahan sudah ada menciptakan formularium fitofarmaka, namun sayangnya fitofarmaka belum masuk Formularium Nasional Jalan keluar untuk kegiatan Garansi Aspek Kesehatan Nasional (JKN), sehingga banyak dokter belum dapat meresepkannya untuk pasien JKN.

Lebih parahnya lagi, dikarenakan belum adanya regulasi yang menetapkan fitofarmaka setara dengan obat sintesa kimia, maka pihak asuransi kebugaran swasta pun belum dapat menerima klaim peresepan fitofarmaka di dalam rumah sakit, klinik maupun apotek, oleh sebab itu masih dianggap sebagai golongan obat tradisional.

“Dokter sebenarnya ingin meresepkan fitofarmaka untuk pasien, tapi dikarenakan tiada dijamin sehingga menggunakan terapi yang lain,” ungkap Kepala Instalasi Farmasi RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. apt. Rina Mutiara pada Pertemuan Hilirisasi Fitofarmaka yang digunakan diselenggarakan oleh Ditjen Farmalkes Kementerian Bidang Kesehatan (Kemenkes), Mulai Pekan (4/12/2023).

Menurut Rina, pada waktu ini sanggup dibilang 90 persen pasien di area rumah sakit pemerintah merupakan partisipan BPJS Kesehatan. Dengan demikian dokter harus meresepkan obat yang tersebut terdapat dalam Formularium Nasional JKN. Sementara itu ketika obat tiada masuk Formularium Nasional, maka rumah sakit pun cenderung tidak ada memasukkannya ke Formularium Rumah Sakit.

“Jadi sebenarnya obat-obat fitofarmaka telah mulai diresepkan oleh dokter dikarenakan sudah ada diuji pada hewan lalu manusia, tapi pada kenyataannya pada rumah sakit belum sejumlah diresepkan oleh para klinisi atau dokter,” imbuhnya.

Rina berharap fitofarmaka segera masuk Formularium Nasional walaupun ketika ini Kemenkes telah dilakukan meluncurkan Formularium Fitofarmaka. Namun, Formularium Fitofarmaka belum mengakomodasi fitofarmaka untuk dapat diklaim dengan BPJS Kesehatan.

“Pada pada waktu penyusunan Fornas memang sebenarnya pada waktu itu telah ada usulan juga dari RSCM, tapi belum diterima akibat Kemenkes telah menghasilkan Formularium Fitofarmaka,” kata Rina.

Untuk diketahui, Komite Nasional Formularium Nasional menyusun daftar obat JKN berdasarkan usulan berbagai pihak terkait, termasuk dokter juga juga rumah sakit.

Komite yang dimaksud beranggotakan perwakilan dari pemerintah hingga organisasi profesi kedokteran.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI), Dr. dr. Slamet Sudi Santoso juga mengungkapkan sulitnya fitofarmaka masuk JKN.

Padahal, kata dia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah ada gencar memberikan edukasi ke para anggotanya untuk meresepkan fitofarmaka. Kendala fifofarmaka tidak ada masuk pada Fornas Obat, fitofarmaka juga masih ditolak oleh asuransi kondisi tubuh swasta, menyebabkan prasarana kondisi tubuh seperti rumah sakit juga belum mau membeli juga menyediakannya fitofarmaka di pelayanan JKN, sebab khawatir nantinya terkendala pada proses klaim ke pihak BPJS maupun Asuransi Swasta.

Selain PDHMI, perhimpunan kedokteran lainnya seperti PERDOSNI, POGI, PEGI, PPHI, PGI, PERALMUNI, juga PAPDI juga sudah ada pernah menyatakan dukungannya untuk produk-produk fitofarmaka dapat digunakan di sistem pelayanan kebugaran formal dalam Indonesia, yaitu sistem JKN, demi mendirikan ketahanan kemudian kemandirian sektor kemampuan fisik nasional.

Fitofarmaka sudah ada digunakan dalam Rumah Sakit
Kementerian Kesejahteraan telah mengintegrasikan terapi konvensional dengan fitofarmaka. Hal ini diungkap oleh Dirjen Farmalkes, L. Rizka Andalucia pada forum tersebut.

“Kemenkes telah berhasil mengintegrasikan penyembuhan herbal di area RS Sardjito, semoga ke depannya bisa jadi dilaksanakan dalam prasarana kemampuan fisik konvensional lainnya,” ujarnya.

Rizka yang digunakan juga Plt. Kepala Badan POM yang dimaksud mengungkap, sebanyak 80% penduduk dunia menggunakan penyembuhan herbal. Oleh akibat itu pemerintah mengupayakan kemandirian ketahanan kesehatan, salah satunya melalui Jalan keluar Bahan Alam.

Selanjutnya Staf Khusus Menteri Kesehatan, Prof Laksono Trisnantoro menyatakan bahwa fitofarmaka ketika ini bukan lagi digolongkan sebagai obat tradisional. Oleh akibat itu, fitofarmaka setara dengan penyembuhan modern.

“Dana BPJS merupakan peluang, oleh sebab itu Fitofarmaka tidak ada lagi merupakan obat tradisional,” ujar Prof. Laksono.

Salah satu dokter dari RSUP dr. Sardjito, Prof. dr. Nyoman Kertia, mengungkapkan bahwa pihaknya telah terjadi berbagai meresepkan fitofarmaka untuk pasien. Menurutnya, pasien sangat senang ketika mendapat resep obat substansi alam.

“Saat ini dalam RS Sardjito sekitar 50 dokter sudah ada meresepkan herbal. Hal ini dapat menjadi modal. Saya sendiri sekitar 2.000 pasien saya resepkan herbal,” tutur dr. Nyoman.

Selain itu Dekan Fakultas Medis Universitas Indonesia, Prof. DR. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD juga meresepkan fitofarmaka untuk pasien.

Dokter spesialis penyakit pada ini juga meresepkan fitofarmaka untuk pasien yang tersebut membutuhkan alternatif dari Proton Pump Inhibitor (PPI). “Dalam clinical practice saya, saya memang benar menggunakan obat ini (fitofarmaka),” tutupnya.

(Sumber: Suara.com)