Kesehatan

Penelitian Sebut Remaja Bisa Habiskan Sekitar Rp300 Ribu Tiap Akhir Pekan Untuk Rokok: Faktor Harganya Terlalu Murah?

53
×

Penelitian Sebut Remaja Bisa Habiskan Sekitar Rp300 Ribu Tiap Akhir Pekan Untuk Rokok: Faktor Harganya Terlalu Murah?

Sebarkan artikel ini
Penelitian Sebut Remaja Bisa Habiskan Sekitar Rp300 Ribu Tiap Akhir Pekan Untuk Rokok: Faktor Harganya Terlalu Murah?

Nadineworldwide.com – Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah agregat perokok yang mana cukup tinggi. Tidak belaka perokok dewasa, tetapi juga perokok remaja atau anak. Berdasarkan statistik, dikabarkan nomor perokok meningkat hingga 8,8 jt dari 2011-2021.

Dari penelitian yang tersebut dijalankan sama-sama Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), para remaja bahkan bisa saja menghabiskan uang sekitar Rp30 ribu sampai Rp200 ribu per minggu hanya sekali untuk rokok.

Pengamat perekonomian I Dewa Gede Karma Wisana, Ph.D. mengungkapkan, tingginya bilangan perokok remaja ini terjadi lantaran ada beberapa faktor, mulai dari tarif rokok yang dimaksud diskon serta mudah didapat.

Hal yang dimaksud memproduksi para remaja mudah untuk mendapat akses membeli rokok. Tidak cuma itu, remaja juga dapat membeli rokok secara eceran atau per batang, sehingga tidak ada harus membeli satu bungkus sekaligus.

“Remaja itu membeli rokok dikarenakan ekonomis juga mudah didapat dalam warung. Beberapa juga membelinya satuan atau batangan sehingga gak harus sebungkus. Dari nyobain satu batang itu jadinya candu,” ucap Dewa di Diseminasi Studi lalu Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPRemaja 2.0 sama-sama CISDI, Selasa (12/12/2023).

Hal-hal itulah yang mana kemudian memproduksi jumlah keseluruhan perokok muda cukup tinggi. Apalagi, pendapatan yang diterima warga ketika ini juga semakin baik. Namun, di dalam sisi lain, kenaikan nilai rokok juga tiada signifikan. Hal yang disebutkan tak memberikan pengaruh untuk masyarakat.

“Semakin terjangkau, ya inilah tadi yang tersebut menjelaskan mengapa meskipun tarif rokok terus naik tapi ternyata masih tetap memperlihatkan terjangkau oleh warga tertentu, dikarenakan income (pendapatan) yang tersebut semakin membaik,” jelas Dewa.

Untuk itu, sebenarnya penting ada kebijakan, misalnya kenaikan tarif rokok yang dimaksud signifikan. Dari survei PRAKARSA pada 2018 sendiri, dikatakan kalau 12 persen perokok mau berhenti apabila kenaikan harganya dapat mencapai 50 persen.

Sedangkan, 32 persen perokok juga mau berhenti jikalau kenaikan dapat mencapai 100 persen. Namun, nyatanya kenaikan tarif rokok pada waktu ini masih dinilai rendah. Bahkan, kenaikan nilai 10 persen semata-mata menghasilkan sekitar 0,11 – 0,17 persen perokok untuk berhenti.

“Dilakukan rekan-rekan kita di dalam PRAKARSA tahun 2018 menemukan bahwa sebanyak 12 dari responden perokok itu merek berniat atau punya itikad baik untuk berhenti merokok apabila nilai tukar rokok meningkat hingga 50 persen. Selain itu juga ditemukan bahwa 32% responden menyatakan merek akan berhenti merokok apabila rokok meningkat harganya bahkan hingga 100 persen,” jelas Dewa.

Melihat hal tersebut, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diadakan agar mampu mengempiskan total perokok remaja pada Indonesia. Beberapa hal yang dimaksud di area antaranya:

  • Meningkatkan cukai untuk rokok;
  • Adanya larangan untuk berjualan rokok secara batangan;
  • Memberi sanksi tegas pada warga yang mana mengedarkan komoditas tembakau pada anak dalam bawah 18 tahun;
  • Adanya lisensi khusus untuk para penjual rokok;
  • Mengatasi adanya transaksi jual beli rokok secara ilegal;
  • Terus memperkenalkan untuk tidaklah maupun berhenti merokok bagi masyarakat.

(Sumber: Suara.com)