Nadineworldwide.com – Gula adalah salah satu komponen nutrisi yang digunakan tak sanggup dipisahkan dari asupan sehari-hari, baik melalui makanan dan juga minuman rumahan maupun makanan dan juga minuman olahan. Terlebih ketika ini, pada mana sektor kuliner tumbuh pesat. Banyak minuman lalu makanan kekinian yang dimaksud miliki rasa manis.
Meningkatnya penyakit kronis seperti diabetes mellitus lalu obesitas, kerap menyasar gula sebagai pemicunya. Faktanya, gula dibutuhkan sebagai sumber energi, semata-mata hanya cara yang salah di mengonsumsi gula, menjadi hal yang mana lebih banyak penting untuk disosialisikan ke masyarakat.
Dijelaskan Dr. Noer Laily, M.Si, Perekayasa Ahli Utama BRIN, pada bidang pengolahan makanan, gula dibagi menjadi beberapa jenis. Pertama, gula alami serta gula sintetis. Yang termasuk termasuk gula alami adalah gula putih atau sukrosa yang tersebut dimurnikan, dekstrosa, fruktosa, gula kristal rafinasi, gula kelapa, gula aren, dan juga madu. Sedangkan gula sintetis misalnya sorbitol, manitol, isomalt, xilitol, dan juga lain-lain.
“Ada juga pemanis buatan pengganti gula, misalnya Asesulfam-K, Aspartam, Siklamat, Sakarin, sukralosa juga neotam. Menurut BPOM Pemanis (Sweetener) adalah komponen tambahan pangan terdiri dari pemanis alami dan juga pemanis buatan yang dimaksud memberikan rasa manis pada komoditas pangan. Pemanis alami (Natural sweetener) adalah pemanis yang mana dapat ditemukan di material alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi. Sedangkan pemanis buatan (Artificial sweetener) adalah pemanis yang digunakan diproses secara kimiawi, kemudian senyawa yang disebutkan tidaklah terdapat pada alam,” jelas Noer Laily.
Pemanis alami didapatkan dari komponen material alami serta memiliki kalori/ energi. Selain mengandung karbohidrat pemanis alami biasanya juga mengandung zat gizi lain seperti serat, mineral lalu vitamin. Sedangkan pemanis buatan merupakan produk-produk olahan lalu tidaklah mempunyai kalori atau nol kalori.
Ditambahkan Noer Laily, “Pada dasarnya gula merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun asupan gula yang tersebut berlebihan dapat mengganggu kemampuan fisik tubuh kemudian proses bertambah kembang pada anak-anak. Kelebihan asupan gula biasanya dihubungkan dengan penyakit bukan menular (PTM) seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2 dan juga kanker.”
Menurut Noer Laily, asupan gula perlu dibatasi, juga yang tersebut perlu diingat adalah asupan gula yang dimaksud tiada cuma konsumsi gula alami seperti gula pasir, gula kelapa, atau gula yang biasanya ada pada makanan kemudian minuman manis seperti kue kue, permen gula atau makanan apapun yang mana manis.
“Konsumsi pemanis buatan juga harus dibatasi. Pemanis buatan memiliki rasa manis yang dimaksud lebih lanjut tinggi namun memberikan asupan energi yang mana lebih tinggi kecil atau bukan memberikan energi mirip sekali. Meskipun memberikan kalori yang dimaksud lebih tinggi kecil, konsumsi pemanis buatan sebaiknya masih dibatasi,” lanjut Noer Laily.
Sesuai dengan regulasi pemerintah, jenis pemanis lalu total yang diperkenankan diatur sesuai dengan kategori pangan (Perka BPOM no 4/2004). Sebagai contoh berdasarkan regulasi keamanannya pemanis buatan Aspartame memiliki nilai ADI 40mg/Kg berat badan.
Pada kategori minuman berbasis susu berperisa atau susu fermentasi (contoh minuman susu coklat juga minuman yoghurt) batas aman maksimumnya adalah 600 mg/kg, dan juga pada barang kembang gula/ permen sebesar 3000 mg/ kg.
“Pemanis alami lalu pemanis buatan mempunyai keunggulan juga kelemahan masing-masing sebaiknya sebagai konsumen dapat menentukan jenis pemanis mana yang paling baik bagi tubuh kita,” jelasnya.
Benarkah Gula Jagung Lebih Aman?
Gula jagung atau corn syrup adalah alternatif pengganti gula yang tersebut dianggap lebih besar sehat. Menurut Noer Laily, asupan gula jagung juga akan memberikan tambahan kalori, apabila dikonsumsi pada jangka waktu yang mana panjang kemudian total yang berlebihan akan mengakibatkan kesulitan kebugaran seperti penyakit jantung kemudian diabetes mellitus tipe 2.
“Masih ada pro lalu kontra perihal klaim gula jagung lebih lanjut baik atau lebih tinggi buruk dari gula biasa. Gula jagung merupakan pemanis dari jagung yang tersebut biasanya diolah menjadi sirup tinggi fruktosa. Konsumsi fruktosa pada jumlah keseluruhan yang tinggi dapat menyebabkan kerja liver menjadi bertambah. Intinya apabila ingin sehat kurangi asupan gula pada bentuk apapun, baik gula maupun pemanis,” terangnya.
Kadang warga juga belum terinformasi dengan baik bahwa gula biasa di tempat susu kental manis justru lebih banyak aman daripada gula sintetis. Makanan yang mana mengandung pemanis buatan atau sintetis, lanjutnya, sebaiknya tiada dikonsumsi secara rutin apalagi berlebihan oleh sebab itu akan berdampak terhadap kemampuan fisik tubuh.
Gula sintetis tidak ada mampu diberikan pada balita. Sebagai contoh beberapa penilitian menunjukkan bahwa konsumsi pemanis buatan apabila dikonsumsi berlebihan justru akan meningkatkan berat badan, lalu meningkatkan resiko penyakit degeneratif.
Bijak Mengonsumsi Gula kemudian Kedepankan Menu Gizi Seimbang
Dr Elvina Karyadi, SpGK, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) menjelaskan, pola makan publik ketika ini memang sebenarnya didominiasi trend makanan yang tersebut serba cepat yang mana kadang tidak ada memilih gizi seimbang.
Menurut Elvina, harusnya penduduk mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, kemudian lemak dibatasi tiada boleh lebih tinggi dari 25 persen total kalori. Selain itu, dengann membatasi gula di tempat mana anjuran konsumsi gula oleh Kemenkes bukan boleh tambahan dari 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per hari.
“Gula termasuk karbohidrat kemudian kita masih perlu karbohidrat tapi kompisisi makanan kita harus diperhatikan, jangan banyak gula tapi rendah protein, itu yang tersebut tiada sehat,” paparnya.
Bagaimana menjaga asupan gula agar bukan berlebihan? Karena sejumlah yang dimaksud tiada menyadari mengonsumsi gula yang dimaksud ditambahkan misalnya tak semata-mata dari yang digunakan diminum tapi banyak gula yang mana tersembunyi pada makanan juga dikonsumsi secara berlebihan, misalya dari snack atau kudapan yang tersebut kita makan, minuman manis, serta minuman dengan pemanis di kemasaan.
Menurut Elvina, penduduk perlu diedukasi agar cerdas pada mengonsumsi gula kemudian mengedepankan pola makan sehat dengan gizi seimbang.
Direktur Pencegahan lalu Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes menambahkan, Kemenkes terus berupaya mengedukasi warga agar bijak mengonsumsi makanan olahan khususnya yang mana mengandung gula tinggi.
Ada beberapa cara untuk menghurangi asupan gula setiap hari dengan cara menghurangi konsumsi makanan olahan yang mengandung gula, garam, serta lemak yang dimaksud tinggi seperti contohnya adalah cemilan sebagai biskuit, kue lalu camilan lainnya. Publik disarankan mengonsumsi makanan di bentuk yang tersebut asli contohnya mampu didapatkan dalam buah-buahan segar.
Kemudian, mengempiskan konsumsi makanan atau minuman yang mempunyai gula tambahan pada sajiannya seperti yang mana dapat kita temukan pada minuman bersoda, permen, hingga jus buah yang digunakan diberikan pemanis lagi. Biasakan membaca nilai informasi gizi dari setiap makanan atau unsur makanan yang anda beli, sehingga kita mampu menakarnya sesuai dengan anjuran pada atas.
Selain itu, Eva menekankan, untuk memperbanyak konsumsi sayur, buah-buahan, lalu susu rendah lemak lalu rutin mengontrol asupan gula per hari dengan rutin melakukan pengecekan gula darah. Hal ini juga dapat membantu untuk mengetahui reaksi tubuh pada waktu mengonsumsi makanan sehingga tubuh mampu menyesuaikan diri dengan makanan yang tersebut disantap.
(Sumber: Suara.com)