Berita

Tolak Draf Revisi UU Penyiaran, IJTI: Yang Kita Bela Adalah Publik

56
×

Tolak Draf Revisi UU Penyiaran, IJTI: Yang Kita Bela Adalah Publik

Sebarkan artikel ini
Tolak Draf Revisi UU Penyiaran, IJTI: Yang Kita Bela Adalah Publik

JAKARTA – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menolak adanya pasal yang berisiko mengancam kemerdekaan pers, pada draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran . Penolakan itu kata Ketua IJTI, Herik Kurniawan bukanlah semata-mata demi kepentingan insan pers namun demi kebaikan warga banyak.

“Yang kita bela sebetulnya adalah publik, hak publik. Jadi jangan sampai hak umum untuk mendapatkan informasi yang mana seluas-luasnya dari karya jurnalistik berkualitas bisa saja tertahan, itu yang dimaksud sebenarnya kita perjuangkan pada waktu ini,” kata Herik di kantor Dewan Pers, DKI Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).

Merespons menghadapi draf revisi UU Penyiaran, kata Herik seluruh anggota IJTI yang digunakan tersebar di Indonesia, miliki pandangan yang mana sama. Kalau merekan akan memperjuangkan hak masyarakat pada mendapatkan informasi yang digunakan kredibel.

“Semuanya (anggota IJTI) sepakat, kita berdiri di belakang publik, kita berdiri dengan publik, apa yang dimaksud kita bela adalah supaya umum dapat mendapatkan informasi yang digunakan luas yang di dari sumber-sumber berita yang mana memang benar harus dia dapatkan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Wartawan Nusantara (PWI), Hendry Ch Bangun, mengumumkan kalau pihaknya juga menolak pasal-pasal yang mana merugikan kebebasan pers di draf revisi UU Penyiaran. Pihaknya menyoroti dua klausul di revisi UU itu.

“Yang kami prihatinkan itu sebetulnya ada dua ya. Pertama adalah mengenai (larangan) jurnalisme investigasi, yang kedua nanti sengketa kewenangan pada penanganan pengaduan,” ujar Hendry.

Dia mengaku, telah dilakukan dua periode berubah jadi bagian majelis pers. Selama ini badan pers, kata ia terus-menerus objektif pada menyelesaikan sengeketa pers. Sebab badan pers merupakan lembaga independen.

“Saya tahu betul bahwa penangan sengketa pers itu selama ini bagus, sangat objektif, independen, tidak ada terpengaruh sebab apa, oleh sebab itu Dewan Pers ini dipilih oleh rakyat pers ya kan,” sambungnya.

Sementara, di draf revisi UU tersebut, nantinya sengeketa jurnalis atau pers akan ditangani oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dikhawatirkan penyelesaian sengketa itu, akan muncul nuansa politis, sebab KPI merupakan lembaga yang tersebut diawasi oleh DPR.

“Sementara kalau kita tahu, tidak apa ya, KPI ini kan fit and proper test pada DPR ya jadi ada nuansa-nuansa politis pada dalamnya. Kalau masih seperti ini sebabnya akan ada sengketa kewenangan. Nah ini yang dimaksud menurut kami sebaiknya dicabut ke di RUU itu,” kata Hendry.

Adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi di pasal itu juga dianggap lucu oleh dia. Sebab jurnalisme investigasi merupakan kasta tertinggi dari sebuah peliputan berita.

“Kalau ini sampai tidaklah ada, ya lucu ya, akibat jurnalisme investigasi kalau kita sudah ada biasa pada media massa kita tahu bahwa itu adalah mahkota dari liputan apa pun,” katanya.

Artikel ini disadur dari Tolak Draf Revisi UU Penyiaran, IJTI: Yang Kita Bela Adalah Publik