JAKARTA – Ekonom Lembaga Penelitian Perekonomian dan juga Publik (LPEM) Fakultas Perekonomian lalu Bisnis Universitas Negara Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky menyampaikan bahwa Bank Negara Indonesia (BI) sebaiknya mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 6 persen untuk meredam dampak ketegangan geopolitik pada Timur Tengah.
“Rupiah ketika ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang dimaksud sangat besar kemudian lonjakan arus pergi dari modal pada dua minggu terakhir, yang tersebut dipicu oleh ketegangan geopolitik di dalam Timur Tengah,” ujar Teuku Riefky di pernyataannya, Rabu (24/4/2024).
Menurutnya, meningkatnya ketegangan antara Iran kemudian negara Israel menyebabkan sentimen bahwa bank sentral Amerka Serikat, Federal Reserve System atau The Fed, berkemungkinan menahan suku bunga acuannya lebih besar lama. Dia menyatakan hal yang disebutkan menggalakkan penanam modal untuk mengalihkan portofolio dari bursa modal domestik. Selama minggu pertama pascalibur Lebaran, arus modal pergi dari mencapai USD490 juta.
Sementara, akumulasi modal pergi dari selama satu bulan terakhir per 18 Maret hingga 18 April mencapai USD2,11 miliar kemudian tercatat sebagai arus modal mengundurkan diri dari bulanan terbesar sejak September lalu.
“Imbasnya, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun meningkat bermetamorfosis menjadi 7,03 persen dari 6,67 persen pada bulan sebelumnya, mencapai titik tertingginya di lima bulan terakhir,” kata Riefky.
Dia mengutarakan imbal hasil SUN tenor satu tahun juga melonjak mencapai 6,33 persen dari 6,19 persen pada bulan sebelumnya.
BI pun merespons dengan meningkatkan intensitas intervensi moneter melalui strategi triple intervention, yakni intervensi terlibat di dalam bursa spot valuta asing, pembelian Surat Berharga Negara (SBN), kemudian intervensi ke pangsa domestic non-delivery forward (DNDF).
Riefky menyatakan bahwa intervensi yang dimaksud dijalankan BI pada seminggu terakhir akhirnya mampu menstabilkan nilai tukar rupiah, bagaimanapun juga hanya sekali pada kisaran Rp16.200 per dolar Amerika Serikat sebab besarnya tekanan eksternal. Rupiah sejauh ini terdepresiasi sekitar 2,98 persen month-to-month (mtm) atau 5,5 persen year-to-date (ytd) terhadap dolar Amerika Serikat dan juga tercatat sebagai salah satu mata uang dengan performa terburuk dibandingkan negara sejawat (peer country) lalu belaka lebih banyak baik dari Lira Brazil pada satu bulan terakhir.
“Walaupun terdapat ruang untuk kenaikan suku bunga acuan, kebijakan meninggal suku bunga acuan BI nampaknya bukanlah langkah ideal yang dimaksud harus diambil ketika ini,” ucapnya.
Artikel ini disadur dari Rupiah Hadapi Tekanan, Ekonom UI: BI Perlu Tahan Suku Bunga 6%