Kesehatan

70 Persen Alat Bidang Kesehatan Masih Impor, Begini Strategi Kurangi Ketergantungan dari Luar Negeri

60
×

70 Persen Alat Bidang Kesehatan Masih Impor, Begini Strategi Kurangi Ketergantungan dari Luar Negeri

Sebarkan artikel ini
70 Persen Alat Lingkup Kesejahteraan Masih Impor, Begini Strategi Kurangi Ketergantungan dari Luar Negeri

Nadineworldwide.com – Industri farmasi lalu alat kondisi tubuh dalam tanah air sampai pada waktu ini masih mengalami ketergantungan pada negara lain, mulai dari materi baku hingga teknologi. Dalam keterangannya, Dirjen Kefarmasian dan juga Alat Bidang Kesehatan Kementerian Bidang Kesehatan Dr. DRA. Lucia Rizka Andalucia M.Pharm , MARS mengatakan, selama masa pandemi Indonesia mengalami kesulitan mulai dari obat, alat kondisi tubuh hingga oksigen.

Meresepons situasi itu, Kemenkes berazam melaksanakan perubahan fundamental kondisi tubuh dengan enam pilar yaitu perubahan struktural layanan primer, layanan rujukan, Informan Daya Individu (SDM), ketahanan kesehatan, pembiayaan lalu sistem digital.

“Pelayanan kemampuan fisik primer menjadi lebih banyak utama dari sekedar mengobati. Kebutuhan akan kondisi tubuh di area tanah air akan tumbuh. Paling bukan permintaan alat kemampuan fisik juga bisa saja bertambah sekitar 12% pada tahun 2023,” ujar Lucia Rizka baru-baru ini. 

Kondisi peningkatan ini justru masih menghadapi tantangan dari suplai alat kesehatan. Lucia mengungkapkan bahwa masih berbagai alat kebugaran yang dimaksud merupakan barang impor.

Ilustrasi alat kesehatan.[Pexels.com/SCIETIST]
Ilustrasi alat kesehatan.[Pexels.com/SCIETIST]

Hingga kini  setidaknya 70 persen alat kemampuan fisik di dalam Indonesia masih didatangkan dari negara lain. Di sisi lain pembangunan ekonomi negara dari APBN untuk riset kondisi tubuh masih rendah semata-mata 0,2 persen dari APBN.

Melihat keperluan alkes yang mana cukup tinggi kemudian masih di area dominasi oleh impor, STEI-ITB kemudian PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) berkolaborasi melakukan kegiatan riset dan juga pengembangan AKD yaitu NIVA (Non-Invasive Vascular Analyzer).

Dokter senior spesialis jantung, dr. Jetty H Sedyawan, Sp. JP (K), FIHA, FAPCC, FAsCC mengatakan, bahwa peraturan pemerintah impor alat kebugaran sudah ada tak boleh, dan juga ketika ini sudah ada 42,6 persen. Saat ini hasil NIVA telah masuk ke di E-katalog kementerian kondisi tubuh sehingga telah bisa jadi di area beli oleh rumah sakit milik pemerintah.

NIVA (Non-Invasive Vascular Analyzer) telah terjadi mengantongi izin edar alkes di negeri dari Kementerian Aspek Kesehatan Republik Indonesia. Diterbitkan Maret 2023 lalu, izin edar yang dimaksud diberikan melalui PT. Selaras Citra Nusantara Perkasa, Tbk (SCNP). Dengan ini maka NIVA menjadi alat kemampuan fisik di negeri (AKD) pertama yang mana telah dilakukan resmi digunakan.

Mengacu pada data dalam situs BPJS Kesehatan, Penyakit jantung lalu pembuluh darah masih menjadi top killer disease. Fakta menyebutkan bahwa cardiovascular diseases masih menjadi perhatian utama pemerintahan di aspek pembiayaan kegiatan Keamanan Bidang Kesehatan Nasional (JKN).

Ini disebabkan penyakit jantung termasuk kategori katastropik serta menjadi penyakit yang dimaksud menelan biaya sangat besar pada inisiatif JKN yang sangat membebani Anggaran Negara. Perlu sinergi ragam pihak di dalam sektor yang tersebut didukung oleh eksekutif agar dapat mewujudkan inisiatif kondisi tubuh jantung lalu pembuluh darah secara efektif di upaya penghematan anggaran.

(Sumber: Suara.com)